Rabu, 21 Maret 2012

Perang Salib

Perang Salib Pertama dilancarkan
pada 1095 oleh Paus Urban II untuk
mengambil kuasa kota suci
Yerusalem dan tanah suci Kristen
dari Muslim. Apa yang dimulai
sebagai panggilan kecil untuk
meminta bantuan dengan cepat
berubah menjadi migrasi dan
penaklukan keseluruhan wilayah di
luar Eropa.
Baik ksatria dan orang awam dari
banyak negara di Eropa Barat,
dengan sedikit pimpinan terpusat,
berjalan melalui tanah dan laut
menuju Yerusalem dan menangkap
kota tersebut pada Juli 1099,
mendirikan Kerajaan Yerusalem atau
kerajaan Latin di Yerusalem.
Meskipun penguasaan ini hanya
berakhir kurang dari dua ratus
tahun, Perang salib merupakan titik
balik penguasaan dunia Barat, dan
satu-satunya yang berhasil meraih
tujuannya.
Meskipun menjelang abad kesebelas
sebagian besar Eropa memeluk
agama Kristen secara formal —
setiap anak dipermandikan, hierarki
gereja telah ada untuk menempatkan
setiap orang percaya di bawah
bimbingan pastoral, pernikahan
dilangsungkan di Gereja, dan orang
yang sekarat menerima ritual gereja
terakhir.
Pada tahun 1088, seorang Perancis
bernama Urbanus II menjadi Paus.
Kepausannya itu ditandai dengan
pertikaian raja Jerman, Henry IV —
kelanjutan kebijakan pembaruan
oleh Paus Gregorius VIII yang tidak
menghasilkan apa-apa. Paus yang
baru ini tidak ingin meneruskan
pertikaian ini. Tetapi ia ingin
menyatukan semua kerajaan Kristen.
Ketika Kaisar Alexis dari
Konstantinopel meminta bantuan
Paus melawan orang-orang Muslim
Turki, Urbanus melihat bahwa
adanya musuh bersama ini akan
membantu mencapai tujuannya.
Tidak masalah meskipun Paus telah
mengucilkan patriark
Konstantinopel, serta Katolik dan
Kristen Ortodoks Timor tidak lagi
merupakan satu gereja. Urbanus
mencari jalan untuk menguasai
Timur, sementara ia menemukan
cara pengalihan bagi para pangeran
Barat yang bertengkar terus.
Pada tahun 1095 Urbanus
mengadakan Konsili Clermont. Di
sana ia menyampaikan kotbahnya
yang menggerakkan: "Telah tersebar
sebuah cerita mengerikan ... sebuah
golongan terkutuk yang sama sekali
diasingkan Allah ... telah menyerang
tanah (negara) orang Kristen dan
memerangi penduduk setempat
dengan pedang, menjarah dan
membakar." Ia berseru: "Pisahkanlah
daerah itu dari tangan bangsa yang
jahat itu dan jadikanlah sebagai
milikmu."
"Deus vult! Deus vult! (Allah
menghendakinya)," teriak para
peserta. Ungkapan itu telah menjadi
slogan perang pasukan Perang Salib.
Ketika para utusan Paus melintasi
Eropa, merekrut para ksatria untuk
pergi ke Palestina, mereka
mendapatkan respons antusias dari
pejuang-pejuang Perancis dan Italia.
Banyak di antaranya tersentak karena
tujuan agamawi, tetapi tidak
diragukan juga bahwa yang lain
berangkat untuk keuntungan
ekonomi. Ada juga yang ingin
berpetualang merampas kembali
tanah peziarahan di Palestina, yang
telah jatuh ke tangan Muslim.
Mungkin, para pejuang tersebut
merasa bahwa membunuh seorang
musuh non-Kristen adalah kebajikan.
Membabat orang-orang kafir yang
telah merampas tanah suci orang
Kristen tampaknya seperti tindakan
melayani Allah.
Untuk mendorong tentara Perang
Salib, Urbanus dan para paus yang
mengikutinya menekankan
"keuntungan" spiritual dari perang
melawan orang-orang Muslim itu.
Dari sebuah halaman Bible, Urbanus
meyakinkan para pejuang itu bahwa
dengan melakukan perbuatan ini,
mereka akan langsung masuk surga,
atau sekurang-kurangnya dapat
memperpendek waktu di api
penyucian.
Dalam perjalanannya menuju tanah
suci, para tentara Perang Salib
berhenti di Konstantinopel. Selama
mereka ada di sana, hanya satu hal
yang ditunjukkan: Persatuan antara
Timur dan Barat masih mustahil.
Sang kaisar melihat para prajurit
yang berpakaian besi itu sebagai
ancaman bagi takhtanya. Ketika para
tentara Perang Salib mengetahui
bahwa Alexis telah membuat
perjanjian dengan orang-orang Turki,
mereka merasakan bahwa
"pengkhianat" ini telah
menggagalkan bagian pertama misi
mereka: menghalau orang-orang
Turki dari Konstantinopel.
Dengan bekal dari sang kaisar,
pasukan tersebut melanjutkan
perjalanannya ke selatan dan timur,
menduduki kota-kota Antiokhia dan
Yerusalem. Banjir darah mengikuti
kemenangan mereka di Kota Suci itu.
Taktik para tentara Perang Salib ialah
"tidak membawa tawanan". Seorang
pengamat yang merestui tindakan
tersebut menulis bahwa para prajurit
"menunggang kuda mereka dalam
darah yang tingginya mencapai tali
kekang kuda".
Setelah mendirikan kerajaan Latin di
Yerusalem, dan dengan mengangkat
Godfrey dari Bouillon sebagai
penguasanya, mereka berubah sikap,
dari penyerangan ke pertahanan.
Mereka mulai membangun benteng-
benteng baru, yang hingga kini,
sebagian darinya masih terlihat.
Pada tahun-tahun berikutnya,
terbentuklah ordo-ordo baru yang
bersifat setengah militer dan
setengah keagamaan. Ordo paling
terkenal adalah Ordo Bait Allah
(bahasa Inggris: Knights Templars)
dan Ordo Rumah Sakit (bahasa
Inggris: Knights Hospitalers).
Meskipun pada awalnya dibentuk
untuk membantu para tentara
Perang Salib, mereka menjadi
organisasi militer yang tangguh dan
berdiri sendiri.
Perang Salib pertama merupakan
yang paling sukses. Meskipun agak
dramatis dan bersemangat, berbagai
upaya kemiliteran ini tidak menahan
orang-orang Muslim secara efektif.
Perang ini terus Berlanjut sampai
zaman Vlad Tepes (Vladimir The Pesh
1431)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar