Buroq Dan Misteri Kecepatan
Perjanalan Waktu Bisahkah Dihitung
Secara Matematis..??Buraq berasal
dari istilah barqu yang berarti kilat
sebagaimana terdapat pada QS. Al
Baqarah ayat 20,“Hampir saja kilat itu
menyambar penglihatan mereka.
Setiap kali (kilat itu) menyinari,
mereka berjalan di bawah (sinar) itu,
dan apabila gelap menerpa mereka,
mereka berhenti. Sekiranya Allah
menghendaki, niscaya Dia hilangkan
pendengaran dan penglihatan
mereka. Sungguh, Allah Kuasa atas
segala sesuatu.”
Dengan perubahan istilah barqu
menjadi buraq, Nabi Muhammad
SAW hendak menyampaikan kepada
kita bahwa kendaraannya itu
memiliki kecepatan di atas sinar.
Suatu kendaraan dengan kecepatan
yang sangat jauh meninggalkan
teknologi yang sudah kita capai
sekarang ini.
Buraq yang diartikan sebagai
“Binatang kendaraan Nabi
Muhammad Saw”, dia berbentuk
kuda bersayap kiri kanan. Dalam
pemakaian umum “buraq” itu berarti
burung cendrawasih yang oleh
kamus diartikan dengan burung dari
sorga (bird of paradise). Sebenarnya
“buraq” itu adalah istilah yang dipakai
dalam AlQur’an dengan arti “kilat”
termuat pada ayat 2/19, 2/20 dan
13/2 dengan istilah aslinya “Barqu”.
Para sarjana telah melakukan
penyelidikan dan berkesimpulan
bahwa kilat atau sinar bergerak
sejauh 186.000 mil atau 300
Kilometer perdetik. Dengan
penyelidikan yang memakai sistem
paralax, diketahui pula jarak
matahari dari bumi sekitar
93.000.000 mil dan dilintasi oleh
sinar dalam waktu 8 menit.
Jarak sedemikian besar disebut 1 AU
atau satu Astronomical Unit, dipakai
sebagai ukuran terkecil dalam
menentukan jarak antar benda
angkasa. Dan kita sudah membahas
bahwa Muntaha itu letaknya diluar
sistem galaksi bimasakti kita, dimana
jarak dari satu galaksi menuju
kegalaksi lainnya saja sekitar 170.000
tahun cahaya. Sedangkan Muntaha
itu sendiri merupakan bumi atau
planet yang berada dalam galaksi
terjauh dari semua galaksi yang ada
diruang angkasa.
Amatlah janggal jika kita mengatakan
bahwa buraq tersebut dipahami
sebagai binatang atau kuda bersayap
yang dapat terbang keangkasa bebas.
Orang tentu dapat mengetahui
bahwa sayap hanya dapat berfungsi
dalam lingkungan atmosfir planet
dimana udara ditunda kebelakang
untuk gerak maju kemuka atau
ditekan kebawah untuk melambung
keatas.
Udara begitu hanya berada dalam
troposfir yang tingginya 6 hingga 16
Km dari permukaan bumi, padahal
buraq itu harus menempuh
perjalanan menembusi luar angkasa
yang hampa udara dimana sayap tak
berguna malah menjadi beban.
Dengan kecepatan kilat maka
binatang kendaraan itu, begitu juga
Nabi yang menaiki, akan terbakar
dalam daerah atmosfir bumi,
sebaliknya ketiadaan udara untuk
bernafas dalam menempuh jarak
yang sangat jauh sementara itu harus
mengelakkan diri dari meteorities
yang berlayangan diangkasa bebas.
Semua itu membuktikan bahwa Nabi
Muhammad Saw bukanlah
melakukan perjalanan mi’rajnya
dengan menggunakan binatang
ataupun hewan bersayap
sebagaimana yang diyakini oleh
orang selama ini.
Penggantian istilah dari Barqu yang
berarti kilat menjadi buraq jelas
mengandung pengertian yang
berbeda, dimana jika Barqu itu
adalah kilat, maka buraq saya
asumsikan sebagai sesuatu
kendaraan yang mempunyai sifat
dan kecepatannya diatas kilat atau
sesuatu yang kecepatannya melebihi
gerakan sinar.
Menurut akal pikiran kita sehari-hari
yang tetap tinggal dibumi, jarak yang
demikian jauhnya tidak mungkin
dapat dicapai hanya dalam beberapa
saat saja.
Untuk menerobos garis tengah jagat
raya saja memerlukan waktu 10
milyard tahun cahaya melalui
galaksi-galaksi yang oleh Garnow
disebut sebagai fosil-fosil jagad raya
dan selanjutnya menuju alam yang
sulit digambarkan jauhnya oleh akal
pikiran dan panca indera manusia
dengan segala macam peralatannya,
karena belum atau bahkan tidak
diketahui oleh para Astronomi,
galaksi yang lebih jauh dari 20 bilyun
tahun cahaya.
Dengan kata lain mereka para
Astronom tidak dapat melihat apa
yang ada dibalik galaksi sejauh itu
karena keadaannya benar-benar
gelap mutlak.
Untuk mencapai jarak yang demikian
jauhnya tentu diperlukan
penambahan kecepatan yang
berlipat kali kecepatan cahaya.
Sayangnya kecepatan cahaya
merupakan kecepatan yang tertinggi
yang diketahui oleh manusia sampai
hari ini atau bisa jadi karena
parameter kecepatan cahaya belum
terjangkau oleh manusia.
Dalam AlQur’an kita jumpai betapa
hitungan waktu yang diperlukan oleh
para malaikat dan ruh-ruh orang
yang meninggal kembali kepada
Tuhan: Naik malaikat-malaikat dan
ruh-ruh kepadaNya dalam sehari
yang kadarnya limapuluh ribu tahun.
(QS. 70:4)
Ukuran waktu dalam ayat diatas ada
para ahli yang menyebut bahwa
angka 50 ribu tahun itu
menunjukkan betapa lamanya waktu
yang diperlukan penerbangan
malaikat dan Ar-Ruh untuk sampai
kepada Tuhan.
Namun bagaimanapun juga ayat itu
menunjukkan adanya perbedaan
waktu yang cukup besar antara
waktu kita yang tetap dibumi dengan
waktu malaikat yang bergerak cepat
sesuai dengan pendapat para ahli
fisika yang menyebutkan “Time for a
person on earth and time for a
person in hight speed rocket are not
the same”, waktu bagi seseorang
yang berada dibumi berbeda dengan
waktu bagi orang yang ada dalam
pesawat yang berkecepatan tinggi.
Perbedaan waktu yang disebut dalam
ayat diatas dinyatakan dengan angka
satu hari malaikat berbanding
50.000 tahun waktu bumi,
perbedaan ini tidak ubahnya dengan
perbedaan waktu bumi dan waktu
elektron, dimana satu detik bumi
sama dengan 1.000 juta tahun
elektron atau 1 tahun Bima Sakti =
225 juta tahun waktu sistem solar.
Jadi bila malaikat berangkat jam
18:00 dan kembali pada jam 06.00
pagi waktu malaikat, maka menurut
perhitungan waktu dibumi sehari
malaikat = 50.000 tahun waktu
bumi. Dan untuk jarak radius alam
semesta hingga sampai ke Muntaha
dan melewati angkasa raya yang
disebut sebagai ‘Arsy Ilahi, 10 Milyard
tahun cahaya diperlukan waktu
kurang lebih 548 tahun waktu
malaikat.
Namun malaikat Jibril kenyataannya
dalam peristiwa Mi’raj Nabi
Muhammad Saw itu hanya
menghabiskan waktu 1/2 hari waktu
bumi /maksimum 12 Jam/ atau =
1/100.000 tahun Jibril.
Kejadian ini nampaknya begitu aneh
dan bahkan tidak mungkin menurut
pengetahuan peradaban manusia
saat ini, tetapi para ilmuwan
mempunyai pandangan lain, suatu
contoh apa yang dikemukakan oleh
Garnow dalam bukunya Physies
Foundations and Frontier antara lain
disebutkan bahwa jika pesawat ruang
angkasa dapat terbang dengan
kecepatan tetap /cahaya/ menuju
kepusat sistem galaksi Bima Sakti, ia
akan kembali setelah menghabiskan
waktu 40.000 tahun menurut
kalender bumi.
Tetapi menurut sipengendara
pesawat /pilot/ penerbangan itu
hanya menghabiskan waktu 30 tahun
saja. Perbedaan tampak begitu besar
lebih dari 1.000 kalinya.
Contoh lain yang cukup populer,
yaitu paradoks anak kembar, ialah
seorang pilot kapal ruang angkasa
yang mempunyai saudara kembar
dibumi, dia berangkat umpamanya
pada usia 0 tahun menuju sebuah
bintang yang jaraknya dari bumi
sejauh 25 tahun cahaya.
Setelah 50 tahun kemudian sipilot
tadi kembali kebumi ternyata bahwa
saudaranya yang tetap dibumi
berusia 49 tahun lebih tua,
sedangkan sipilot baru berusia 1
tahun saja. Atau penerbangan yang
seharusnya menurut ukuran bumi
selama 50 tahun cahaya pulang pergi
dirasakan oleh pilot hanya dalam
waktu selama 1 tahun saja.
Dari contoh-contoh diatas
menunjukkan bahwa jarak atau
waktu menjadi semakin mengkerut
atau menyusut bila dilalui oleh
kecepatan tinggi diatas yang
menyamai kecepatan cahaya.
Kembali pada peristiwa Mi’raj
Rasulullah bahwa jarak yang
ditempuh oleh Malaikat Jibril
bersama Nabi Muhammad dengan
Buraq menurut ukuran dibumi
sejauh radius jagad raya ditambah
jarak Sidratul Muntaha pulang pergi
ditempuh dalam waktu maksimal 1/2
hari waktu bumi (semalam) atau
1/100.000 waktu Jibril atau sama
dengan 10-5 tahun cahaya, yaitu
kira-kira sama dengan 9,46 X 10 -23
cm/detik.
Dirasakan oleh Jibril bersama Nabi
Muhammad (bandingkan dengan
radius sebuah elektron dengan 3 X
19-11 cm) atau kira-kira lebih
pendek dari panjang gelombang
sinar gamma.
Nah, Barkah yang disebut dalam
Qur’an yang melingkupi diri Nabi
Muhammad Saw adalah berupa
penjagaan total yang melindungi
beliau dari berbagai bahaya yang
dapat timbul baik selama perjalanan
dari bumi atau juga selama dalam
perjalanan diruang angkasa,
termasuk pencukupan udara bagi
pernafasan Rasulullah Saw selama itu
dan lain sebagainya.
Jadi, sekarang kita bisa
mendeskripsikan tentang kendaraan
bernama Buraq ini sedemikian rupa,
apakah dia berupa sebuah pesawat
ruang angkasa yang memiliki
kecepatan diatas kecepatan sinar dan
kecepatan UFO ? Ataukah dia berupa
kekuatan yang diberikan Allah
kepada diri Rasulullah Saw sehingga
Rasul dapat terbang diruang angkasa
dengan selamat dan sejahtera, bebas
melayang seperti seorang Superman?
Sebagai suatu wahana yang sanggup
membungkus dan melindungi jasad
Rasulullah sedemikian rupa sehingga
sanggup melawan/mengatasi hukum
alam dalam hal perjalanan dimensi.
Sekaligus didalamnya tersedia cukup
udara untuk pernafasan Nabi
Muhammad Saw dan penuh dengan
monitor-monitor yang
memungkinkan Nabi untuk melihat
keluar ataupun juga monitor-
monitor yang bersifat “Futuristik” ,
yaitu monitor yang memberikan
gambaran kepada Rasulullah
mengenai keadaan umatnya
sepeninggal beliau nantinya.
Bukankah ada banyak juga hadist
shahih yang mengatakan bahwa
selama perjalanan menuju ke
Muntaha itu Nabi Muhammad Saw
telah diperlihatkan pemandangan-
pemandangan yang luar biasa?
Apakah aneh bagi Anda jika Nabi
Muhammad Saw telah diperlihatkan
oleh Allah (melalui monitor-monitor
futuristik tersebut) terhadap apa-apa
yang akan terjadi dikemudian hari?
Apakah Anda akan mengingkari
bahwa jauh setelah sepeninggal Rasul
ada banyak sekali manusia-manusia
yang mampu meramalkan ataupun
melihat masa depan seseorang ?
Dalam dunia komputer kita
mengenal virtual reality (VR) yaitu
penampakan alam nyata ke dalam
dimensi multimedia digital yang
sangat interaktif sehingga bagaikan
keadaan sesungguhnya. Apakah tidak
mungkin Rasulullah telah merasakan
fasilitas VR dari Allah Swt untuk
mempresentasikan kepada
kekasihNya itu surga dan neraka
yang dijanjikanNya?
Anda pasti pernah mendengar
sebutan “Paranormal” bukan? Jika
anda mempercayai semua itu, maka
apalah susahnya bagi anda untuk
mempercayai bahwa hal itupun
terjadi pada diri Rasulullah Saw,
hanya saja bedanya bahwa semua itu
merupakan gambaran asli dari Allah
Swt yang sudah pasti kebenarannya
tanpa bercampur dengan hal-hal
yang batil.
Hal ini juga bisa kita buktikan dengan
banyaknya ramalan-ramalan Nabi
terhadap keadaan umat Islam setelah
beliau tiada dan menjadi kenyataan
tanpa sedikitpun meleset? Darimana
Rasulullah dapat melakukannya jika
tidak diperlihatkan oleh Allah
sebelumnya ?
Allah memberikan kebijaksanaan
kepada siapa yang dikehendaki- Nya.
Dan barangsiapa yang diberi hikmah,
sungguh telah diberi kebajikan yang
banyak. Dan tak ada yang dapat
mengambil pelajaran kecuali orang-
orang yang berakal. (QS. 2:269)
Hikmah dalam ayat 2:269 dan ayat-
ayat lainnya, saya artikan sebagai
kebijaksanaan yang diberikan oleh
Allah kepada hamba-hambaNya,
kebijaksanaan ini berarti sangat luas,
baik dalam bidang ilmu pengetahuan
dunia atau akhirat, sebagai
perwujudan dari Rahman dan
RahimNya.
Didalam Hadist disebutkan bahwa
Nabi Muhammad Saw berangkat ke
Muntaha dengan ditemani oleh
malaikat Jibril yang didalam AlQur’an
surah 53:6 dikatakan memiliki akal
yang cerdas. Dan dalam perjalanan
itu Nabi diberikan kendaraan
bernama Buraq yang kecepatannya
melebihi kecepatan sinar.
Selanjutnya selama perjalanan Nabi
banyak bertanya kepada malaikat
Jibril tentang apa-apa yang
diperlihatkan oleh Allah kepadanya,
ini menunjukkan bahwa Nabi dan
Jibril berada dalam jarak yang
berdekatan. Tidak mungkinkah Jibril
ini yang mengemudikan Buraq untuk
menuju ke Muntaha? Dalam kata lain,
Jibril sebagai pilot dan Muhammad
sebagai penumpang?
Bukankah Muhammad sendiri baru
pertama kali itu mengadakan
perjalanan ruang angkasa, sementara
Jibril telah ratusan atau bahkan
jutaan kali melakukannya didalam
mengemban wahyu yang
diamanatkan oleh Allah?
Jika dikatakan Nabi sebagai pilot, dari
mana Nabi mengetahui arah
tujuannya berikut tata cara
pengemudian Buraq ini, apalagi
ditambah dengan banyaknya visi-visi
alias Virtual Reality yang diberikan
oleh Allah kepada beliau selama
perjalanan dan mengharuskannya
mengajukan beragam pertanyaan
kepada Jibril?
Namun jika kita kembalikan pada
pendapat saya semula bahwa Jibril
dalam hal ini berlaku sebagai pilot
dan Nabi sebagai penumpang, maka
semua pertanyaan dan keraguan
yang timbul akan hilang.
Dalam hal ini Jibril adalah pilot
terbang berpengalaman, ia juga
sangat cerdas, sementara atas diri
Nabi sendiri sudah diberikan oleh
Allah Barqah disekeliling beliau,
sehingga setiap perubahan yang
terjadi dalam perjalanan, seperti
goyangnya pesawat, tekanan gravitasi
yang hilang, udara dan lain
sebagainya tidak akan berpengaruh
apa-apa pada diri Nabi yang mulia
ini.
Dan keadaan yang tanpa pengaruh
apa-apa itu memungkinkan bagi Nabi
untuk mengadakan pertanyaan-
pertanya an atas visi-visi yang
dilihatnya itu sekaligus dapat
melihatnya secara jelas/Virtual
Reality .
Kembali pada Jibril yang senantiasa
meminta izin didalam memasuki
setiap lapisan langit kepada malaikat
penjaga, itu dikarenakan bahwa
mereka tidak mengenali Jibril yang
berada didalam Buraq itu, sehingga
begitu Jibril menjawab, mereka baru
bisa mengenali suaranya dan
melakukan pendeteksian secara visi
keadaan dalam Buraq sehingga
nyatalah bahwa yang datang itu
benar-benar Jibril.
Didalam Hadist juga disebutkan
bahwa malaikat penjaga langit itu
juga menanyakan tentang identitas
sosok manusia yang dibawa oleh
malaikat Jibril, yang tidak lain dari
Rasulullah Muhammad Saw. Dan
dijelaskan oleh Jibril bahwa
Rasulullah Saw diutus oleh Allah dan
telah pula diperintahkan untuk naik
ke Muntaha. (Hadist mengenai ini
diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim
dan dinyatakan oleh jumhur ulama
dari ahlussunnah sebagai Hadist yang
shahih).
Hal ini memang berkesan lucu bagi
sebagian orang, apalagi mengingat
bahwa Nabi adalah manusia yang
paling mulia yang mendapatkan
kedudukan terhormat yang bisa
dibuktikan dengan bersandingnya
nama Allah dan nama beliau dalam
dua buah khalimah syahadat yang
tidak boleh dicampuri, ditambah
atau dikurangi dengan berbagai
nama lain karena tiada hak bagi
makhluk lainnya mencampuri
masalah ini.
Namun justru disinilah letak
kebesaran Tuhan. Semuanya sengaja
dipertunjukkan secara ilmiah kepada
Nabi agar beliau dapat membuktikan
sendiri betapa ketatnya penjagaan
langit itu sebenarnya.
Muntaha itu terletak digalaksi
terjauh, dimana Adam dulunya
diciptakan dan ditempatkan pertama
kali bersama Hawa. Tetapi sejak
Adam bersama istrinya dan juga Jin
serta Iblis diusir oleh Allah dari sana,
maka penjagaan terhadap tempat
tersebut diperketat sedemikian
rupanya, sehingga tidak
memungkinkan siapapun juga
kecuali para malaikat untuk dapat
memasukinya, seperti yang termuat
dalam ayat ke-8,9 dan 10 dari surah
72:
“…Dan sesungguhnya kami dahulu
dapat menduduki beberapa tempat
di langit itu.” (QS. 72:9) ”…kami
mendapatinya penuh dengan
penjagaan yang kuat dan panah-
panah api.” (QS. 72:8) ”…Tetapi
sekarang barang siapa yang mencoba
mendengarkan tentu akan
menjumpai panah api yang
mengintai.” (QS. 72:9)
Dalam hal ini bisa diasumsikan
bahwa yang disebut dengan lapisan
langit pada Muntaha itu adalah
berupa planet-planet yang terdekat
dengan “bumi-muntaha” , hal ini saya
hubungkan dengan pernyataan
Qur’an pada surah 72:9 bahwa Jin
atau Iblis itu dapat menduduki
beberapa tempat.
Mampu menduduki tempat disana
artinya mampu berdiam ditempat
tersebut, dan karena tempat itu
ganda (beberapa tempat), maka jelas
tempat itu bukan Muntaha itu
sendiri, namun tempat yang terdekat
dari Muntaha.
Sesuai dengan kajian saya
sebelumnya, bahwa Muntaha itu
berupa bumi yang disekitarnya juga
terdapat planet-planet, maka planet-
planet itulah tempat atau posisi para
syaithan itu berdiam dahulunya
untuk mencuri dengar berita-berita
langit.
Muntaha sendiri berarti “Dihentikan”
atau bisa juga kita tafsirkan sebagai
tempat terakhir dari semua urusan
berlabuh. Tempat yang menjadi
perbatasan segala pencapaian
kepada Tuhan.
Sidrah berarti “Teratai” yaitu bunga
yang berdaun lebar, hidup
dipermukaan air kolam atau telaga.
Uratnya panjang mencapai tanah
dasar air tersebut. Bilamana pasang
naik, teratai akan ikut naik, dan bila
pasang surut diapun akan turun,
sementara uratnya tetap terhujam
pada tanah dasar tempatnya
bertumbuh.
Teratai yang berdaun lebar
menyerupai keadaan planet yang
memiliki permukaan luas, sungguh
harmonis untuk tempat kehidupan
makhluk hidup. Teratai berurat
panjang mencapai tanah dasar
dimana dia tumbuh tidak mungkin
bergerak jauh, menyerupai keadaan
planet yang selalu berhubungan
dengan matahari darimana dia tidak
mungkin bergerak jauh dalam orbit
zigzagnya dari garis ekliptik. Dan air
dimana teratai berada menyerupai
angkasa luas dimana semua planet
yang ada mengorbit mengelilingi
matahari.
Turun naik teratai dipermukaan air
berarti orbit planet mengelilingi
matahari berbentuk oval, bujur telur,
dimana ada titik Perihelion yaitu titik
terdekat pada matahari yang
dikitarinya, begitupula ada titik
Aphelion, titik terjauh dari matahari.
Sewaktu planet berada di
Aphelionnya dia bergerak lambat.
Keadaan gerak demikian membantu
kestabilan orbit setiap planet yang
mulanya hanya didasarkan atas
kegiatan magnet yang dimilikinya
saja.
Allah sendiri tidak berposisi di
Muntaha, meskipun Muntaha itu
merupakan planet terjauh dan
terpinggir dalam bentangan alam
semesta sekaligus sebagai dimensi
tertinggi, dimana mayoritas malaikat
berada disana sembari memuji dan
bertasbih kepada Allah, ia hanyalah
sebagai suatu tempat ciptaan Allah
yang pada hari kiamat kelak akan
dileburkan pula dan semua isinya,
termasuk para malaikat itu akan mati
kecuali siapa yang dikehendakiNya
saja (QS. 27:87), hanya Allah sajalah
satu-satunya dimensi Tertinggi yang
kekal dan abadi (QS. 2:255).
JAdi MAtematisnya begini :
Berdasarkan penyelidikan, kilat atau
sinar bergerak sejauh 186.000 mil
atau 300 km per detik. Bila diketahui
jarak matahari dari bumi sekitar
93.000.000 mil, maka diperlukan
waktu dilintasi oleh sinar dalam 8
menit.
Sedangkan untuk menerobos garis
tengah jagat raya memerlukan waktu
10 milyar tahun cahaya, dengan
melalui galaksi-galaksi, yang
selanjutnya menuju kulit bola alam
raya.
Bagaimana dengan kecepatan
malaikat?
Seperti kita pahami, satu hari
malaikat berbanding 50.000 tahun
waktu bumi. Ini ada di dalam QS. Al
Ma’arij ayat 4,
”Para malaikat dan Jibril naik
(menghadap) kepada Tuhan, dalam
sehari setara dengan lima puluh ribu
tahun.”
Sementara, untuk jarak radius alam
semesta hingga sampai ke Sidratul
Muntaha, dengan melewati angkasa
raya yang disebut sebagai ‘Arsy Ilahi,
setidaknya diperlukan waktu 10
milyar tahun cahaya (bahkan
mungkin lebih dari itu, wallahu
a’lam).
Artinya untuk perjalanan tersebut
diperlukan waktu seperti
perhitungan berikut ini:
1 hari malaikat = 50.000 tahun
200.000 hari malaikat = 10 milyar
tahun (cahaya)
200.000 hari = 547,9 tahun (dengan
perbandingan 365 hari = 1 tahun).
Berdasarkan data di atas, malaikat
memerlukan waktu 547,9 tahun,
untuk melintasi jagat raya. Namun
pada kenyataannya, malaikat Jibril
dalam peristiwa Mi’raj,
menghabiskan waktu 1/2 hari waktu
bumi (maksimum 12 jam).
Jadi kecepatan buraq, berkali-kali
lipat daripada kecepatan kilat,
bahkan melebihi kecepatan malaikat
sekalipun.
Dengan demikian, wajarlah bila
dikatakan, peristiwa Isra’ Mi’raj
diperjalankan oleh Allah
sebagaimana ditunjukkan dalam QS.
Al Isra’ ayat 1,
”Maha Suci (Allah) yang telah
memperjalankan hamba-Nya
(Muhammad) pada malam hari dari
Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang
telah Kami berkahi sekelilingnya agar
Kami perlihatkan kepadanya
sebagian tanda-tanda (kebesaran)
Kami. Sesungguhnya Dia Maha
Mendengar, Maha Melihat.”
Suatu perjalanan yang digunakan
untuk menunjukkan tanda-tanda
kekuasaan-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar