Sabtu, 06 Juli 2013

3 Pemuda Yang Menanyakan Adanya Allah

Kisah ini termasuk kategori
‘Raddus-Syuhubuhat’ (jawaban
atas tuduhan) tentang Islam.
Musuh-musuh Islam selalu
mencari-cari permasalahan dalam
agama ini yang sulit dijawab oleh
logika kita dan tujuannya agar
kaum Muslimin ragu terhadap
kebenaran agama mereka,
terutama masalah aqidah.
Intinya ketiga orang pemuda itu
ingin menguji pemahaman
seorang ulama tentang Islam.
Kalau ia tidak bisa menjawab
ketiga pertanyaan itu, apalagi
orang awam. Dan kalau tidak ada
jawaban yang logis dan
memuaskan, maka ada kelemahan
dalam agama ini.
Ketiga pemuda itu menemui sang
ulama, dengan penuh yakin
bahwa sang ulama tidak bisa
menjawab salah satunya mulai
berbicara,
“Ya syeikh, katanya Allah itu ada,
mana buktinya? Kenapa tidak
bisa kita lihat?”
“Cukup? Ya, ada pertanyaan
lagi?” sambut ulama itu.
“Ada syeikh, katanya Allah telah
menentukan segalanya, termasuk
amal perbuatan kita sudah
ditentukan dan ditakdirkan.
Kalau memang demikian, kenapa
musti ada hisab? Dan kenapa
musti ada hukuman bagi orang
yang melakukan kesalahan?”
pemuda kedua bertanya.
“Ya bagus. Ada lagi yang
ditanyakan?” tantang syeikh itu.
“Ya ada lagi syeikh. Katanya
syetan itu diciptakan dari api.
Dan kita tahu bahwa syetan nanti
akan dimasukkan ke dalam
neraka. Apa ada pengaruhnya,
api dibakar dengan api?” Tanya
pemuda ketiga.
“Cukup atau ada lagi?”
“Cukup syeikh.”
“Ya sebentar ya…”
Sang ulama tidak menjawab
melainkan mengambil beberapa
genggam tanah keras lalu…
Pluk… prak…duss…
Dilemparkan tanah keras itu ke
muka ketiga pemuda itu, dan
ketiganya meringis kesakitan.
Darah pun bercucuran dari wajah
mereka.
“Ya syeikh, kami bertanya baik-
baik, kenapa Anda melempar
kami?”
“Itu jawabannya…” jawab ulama
itu.
Kedua pemuda itu pergi dan
langsung membawa kasus ini ke
pengadilan. Melaporkan
perbuatan ulama itu agar diadili
karena kezhalimannya.
Pengadilan menerima aduannya
dan ulama itu pun dipanggil.
Saat sudah berada di atas kursi
terdakwa hakim mulai memproses
hukumnya dan menanyakan
kepada ulama itu perihal dakwaan
ketiga pemuda itu.
“Ya syeikh,” kata hakim.
“Benarkah Anda telah menyakiti
ketiga pemuda ini? Bisa Anda
jelaskan?”
“Ketiga pemuda itu menanyakan
tiga hal dan saya telah
menjawabnya.”
“Jawaban macam syeikh? Lalu
kenapa mereka terluka seperti
itu?”
“Ya, itu jawabannya.”
“Saya tidak mengerti, bisa Anda
jelaskan?”
“Mereka bertanya bahwa Allah
itu ada, jika ada, mana buktinya?
Kenapa kita tidak bisa
melihatnya? Sekarang saya
bertanya, bagaimana rasanya saya
lempar dengan tanah keras itu?
Sakit?”
“Jawab wahai pemuda?” minta
hakim kepada salah satunya.
“Ya sakit.”
“Kalau memang sakit, berarti
sakit itu ada, kalau memang ada,
mana buktinya? Kenapa saya
tidak melihat ‘sakit’ itu?”
“Ini, darah ini syeikh. Darah ini
tanda bahwa sakit itu ada.”
“Begitulah pak Hakim, dia tidak
bisa membuktikan adanya sakit
dan tidak bisa melihat sakit itu,
hanya menunjukkan tandanya,
darah. Bahwa sesuatu yang ada
tidak mesti bisa dilihat. Tapi ada
tanda-tandanya. Sakit itu ada dan
tidak bisa kita lihat, hanya ada
buktinya, darah. Demikian halnya
dengan Pencipta kita, Allah Azza
wa Jalla. Ia ada, namun
keterbatasan akal kita tidak bisa
menangkap keberadaan-Nya. Dan
seluruh makhluk di jagad raya ini
adalah bukti bahwa Allah itu
ada.”
“Bisa diterima,” sela hakim.
“Pertanyaan yang kedua pak
hakim, mereka bertanya bahwa
Allah telah menentukan segalanya
termasuk amal perbuatan
manusia dan mentakdirkannya,
jika demikian, apa gunanya hisab
dan kenapa mesti ada hukuman
bagi orang yang berbuat salah?”
“Apa jawaban Anda syeikh?”
“Sekarang saya bertanya kepada
kalian. Kalau Anda berkeyakinan
seperti itu, kenapa melaporkan
perbuatan saya ke pengadilan?
Perbuatan saya kan sudah
ditentukan?”
“Bisa diterima syeikh, ada lagi?
“Yang ketiga bertanya, syetan
adalah makhluk yang diciptakan
dari api, lalu di akhirat nanti
akan masuk neraka dan disiksa
dengan api. Dan saya telah
melempar mereka dengan tanah,
kita tahu bahwa mereka, kita
diciptakan dari tanah, kalau
memang sama-sama dari tanah
kenapa mesti meringis
kesakitan?”
Hakim pun menerima
argumentasinya dan memutuskan
bebas untuk sang ulama…h

Tidak ada komentar:

Posting Komentar